Indonesia dan Singapura adalah dua negara bertetangga dekat, sama-sama negara bekas jajahan asing, juga sama-sama berkultur Asia. Namun pejabat negara di dua negara itu menunjukkan karakter yang berbeda 180 derajat. Pejabat di Indonesia memosisikan diri sebagai majikan, yang harus selalu dilayani; sementara di Singapura pejabatnya memosisikan diri sebagai “pelayan”.
Jalan poros Surabaya-Sidoarjo di kawasan Gedangan, Sidoarjo, siang hari yang terik Minggu (29/5). Raungan sirene sebuah mobil polisi terdengar meraung-raung di tengah lalu lintas yang sedikit padat. Dengan kecepatan lumayan tinggi dari arah Sidoarjo, mobil polisi itu membelah jalanan.
Sementara di belakang mobil polisi tersebut, mengekor mobil sedan hitam berhiaskan juntaian pita warna-warni, dengan kecepatan yang sama. Di belakang sedan hitam itu, melaju dengan kecepatan setara, sebuah bus abu-abu dengan tulisan polisi, di bodinya. Rupanya, iring-iringan kendaraan itu adalah rombongan pengantin yang merupakan keluarga pejabat teras kepolisian.
Sehari berikutnya, atau Senin (30/5), di pagi hari yang sibuk di Singapura, salah satu gerbong kereta di jalur Mass Rapid Transit (MRT) atau kereta bawah tanah di negara itu, terlihat sesak dijejali penumpang.
Seorang laki-laki paroh baya berperawakan tinggi ramping dan berkacamata, terlihat berdiri sambil mengepit koran, di antara desakan penumpang MRT itu. Penampilannya sederhana, hem abu-abu lengan panjang dan celana pantalon yang mirip dengan seragam dinas staf kantor kecamatan di banyak daerah di Indonesia.
Namun laki-laki itu menarik perhatian Nat, seorang anggota STOMP, laman khusus jurnalisme publik di Singapura, yang dikelola harian The Straits Times. Nat memotret laki-laki itu dan mengunggah fotonya di laman STOMP, Senin (30/5).
“Saya “menjepret” gambar wajahnya pagi ini tadi (30/5) sekitar pukul 07.45. Kami kebetulan satu kereta dari North South menuju ke Jurong East di Bukit Gombak,” tulis Nat di laman STOMP. “Welcome to the crowd!” imbuhnya.
Ya, laki-laki paroh baya berpenampilan sederhana itu sejatinya bukanlah warga biasa Singapura, melainkan salah satu pejabat tinggi negara mungil di kawasan Asia Tenggara itu. Laki-laki itu adalah Lui Tuck Yew, Menteri Transportasi Singapura.
Menurut harian The Straits Times, Senin (30/5) pagi itu adalah jam-jam sibuk yang rutin terjadi di Singapura setiap awal pekan. Di jam-jam sibuk, kereta MRT selalu penuh dengan penumpang sehingga banyak yang berdiri.
Situasi itu juga harus dirasakan Menteri Lui. Dalam foto hasil jepretan Nat, muka Lui tampak lelah karena harus berdiri sekian lama. Tidak tampak ada pengawalan atau protokoler khusus yang dinikmati Lui selama berada di kereta. Nat, yang kebetulan tahu siapa Lui.
Menurut Strait Times, bukan kali ini saja Lui merasakan naiknya kendaraan umum walau sudah menjadi pejabat. Pada Selasa pekan lalu, dia terlihat naik bus umum. Foto-fotonya juga dimuat di laman STOMP.
Sejumlah komentar menyambut positif kebiasaan Menteri Lui, yang memilih naik kendaraan umum ketimbang menggunakan mobil dinas. "Hore, Pak Lui Tuck Yew begitu merakyat. Paling tidak dia naik bus dan MRT. Dia bagian dari kita," tulis suatu tanggapan di laman STOMP.
"Dia kayaknya tidak senang atau tidak nyaman di kereta. Itu adalah permulaan. Setidaknya, dia sudah merasakannya," demikian komentar dari Khunying di Straits Times. Lui baru beberapa pekan lalu dilantik menjadi Menteri Transportasi Singapura.
Nah, publik di Indonesia mungkin cuma bisa ngiri melihat “ulah” para pejabat Singapura itu. Bandingkan dengan seseorang di Indonesia yang semula hanyalah “zero” kemudian mengaku-ngaku jadi “hero” setelah terpilih menjadi anggota DPRD. Atau paling tidak bandingkan dengan peristiwa yang digambarkan dalam awal tulisan ini. “Welcome to the dreamland!”
0 komentar:
Posting Komentar